Penganiayaan Terhadap Kelompok Albigenses

Ke1ompok Albigenses adalah orang-orang yang menganut ajaran dualistis, yang tinggal di Prancis bagian se1atan pada abad ke-12 dan ke-13. Mereka mendapatkan nama itu dari kota Prancis, Albi, yang merupakan pusat gerakan mereka. Mereka tinggal dengan peraturan etika yang ketat dan banyak tokoh menonjol diantara anggota mereka, seperti The Count of Toulouse, The Count of Foix, The Count of Beziers, dan yang lain yang memiliki pendidikan serta tingkat yang setara. Untuk menekan mereka, Roma pertama-tama mengirim biarawan Cistercian dan Dominikan ke wilayah mereka untuk meneguhkan kembali ajaran paus, tetapi tidak berguna karena ke1ompok Albigenses tetap setia dengan doktrin reformed.

Bahkan ancaman Konsili Lateran yang kedua, ketiga, dan keempat (1139,1179, 1215) – yang memutuskan pemenjaraan dan penyitaan harta benda sebagai hukuman atas bidat dan untuk mengucilkan para pangeran yang gagal menghukum penganut bidat – tidak menyebabkan ke1ompok Albigenses kembali ke pangkuan Roma. Dalam Konsili Lateran III, pada 1179, mereka dikutuk sebagai bidat oleh perintah Paus Alexander III. Ini adalah paus yang sama yang mengucilkan Frederick I, Kaisar Romawi yang Kudus, RajaJerman dan Italia, pada 1165. Kaisar se1anjutnya gagal menaklukkan otoritas paus di Italia dan dengan demikian mengakui supremasi paus pada tahun 1177.

Pada tahun 1209, Paus Innocentius III menggunakan pembunuhan biarawan di wilayah Pangeran Raymond dari Toulouse sebagai pembenaran untuk memulai pengobaran penganiayaan terhadap pangeran dan ke1ompok Albigenses. Pada Konsili Lateran IV, tahun 1215, kutukan terhadap ke1ompok ini disertai dengan tindakan keras. Untuk melaksanakannya, ia mengirim agen di seluruh Eropa untuk membangkitkan pasukan untuk bertindak bersama-sama melawan Albigenses dan menjanjikan surga kepada semua yang mau bergabung serta berperang se1ama 40 hari dalam hal yang ia sebut Perang Kudus.

Selama perang yang paling tidak kudus ini, yang berlangsung antara 1209 sampai 1229, Pangeran Raymond membela kota Toulouse serta tempat-tempat lainnya di wilayahnya dengan keberanian yang besar dan kesuksesan melawan tentara Simon de Montfort, Panger an Monfort dan bangsawan Gereja Roma yang fanatik. Ketika pasukan paus tidak mampu mengalahkan Pangeran Raymond seeara terbuka, raja dan ratu Praneis serta tiga Uskup Agung mengerahkan tentara yang lebih besar, dan dengan kekuatan militer mereka, mereka membujuk pangeran itu untuk datang ke konferensi perdamaian serta menjanjikan jaminan keamanan kepadanya. Namun ketika ia tiba, secara ia ditangkap, dan dipenjara, dan dipaksa untuk muncul dengan kepala telanjang dan kaki telanjang di depan musuh-musuhnya untuk menghinanya, dan dengan berbagai siksaan yang dilakukan untuk menangkal sikap oposisinya terhadap doktrin Paus.

Pada awal penganiayaan tahun 1209, Simon de Montfort membantai penduduk Beziers. Ini merupakan contoh kecil kekejaman yang ditimbulkan tentara paus terhadap Albigenses selama 20 tahun. Selama pembantaian itu, seorang prajurit bertanya bagaimana ia bisa membedakan antara orang Kristen dengan bidat. Pemimpinnya dikatakan menjawab, “Bunuh mereka semua. Allah tahu siapa milik-Nya.”

Setelah penangkapan Pangeran Raymond, Paus menyatakan bahwa kaum awam tidak diperbolehkan untuk membaca Kitab Suci dan selama sisa abad ke-13 berikutnya, kelompok Albigenses bersama dengan Waldenses dan kelompok reformed lainnya, merupakan target utama Inkuisisi di seluruh Eropa.

Tinggalkan komentar